Yuk, Ketahui Gimana Pengolahan Air Bersih yang Kita Pakai Sehari-Hari!
Gambar 1. Ilustrasi air bersih Sumber: Montana Rural Water Systems, Inc. |
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita udah pasti akan berinteraksi dengan air. Mulai dari
minum, sanitasi, hingga mandi-cuci-kakus. Bahkan, 2/3 dari tubuh manusia
terdiri dari air. Oleh karena itulah, air menjadi kebutuhan yang sangat vital
bagi kita manusia.
Tapi, tidak
semua air yang ada di dunia ini bisa langsung digunakan manusia. Air harus
diolah terlebih dahulu agar menjadi bersih dan aman untuk digunakan.
Pengolahan
air bersih bertujuan untuk menjamin kebersihan dan sanitasi dari air itu
sendiri. Karena, air yang bersih dapat meningkatkan kualitas hidup kita!
Bahkan,
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menjadikan ketersediaan air dan sanitasi yang
bersih (clean water and sanitation) sebagai salah satu tujuan
Pembangunan berkelanjutan 2030 yang ke-6[1]!
Air bersih
yang kita nikmati sehari-hari tentu telah mengalami serangkaian proses
pengolahan air bersih. Namun, tahukah kalian apa aja proses panjang pengolahan
air bersih tersebut hingga pada akhirnya bisa kita nikmati sekarang?
Perjalanan Panjang Pengolahan Air Bersih!
Gambar 2. Salah satu bagian dari water treatment plant (WTP)
Sumber: Rawpixel
Pengolahan
air bersih dilakukan di suatu tempat yang dinamakan water treatment plant (WTP)
atau instalasi pengolahan air. Di tempat inilah terjadi serangkaian perjalanan
panjang untuk menghasilkan air bersih!
Pada WTP, pengolahan air bersih dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia, dan biologi [2]. Yuk, kita mulai bahas dari tahapan awal hingga air benar-benar bisa digunakan!
Water Intake: Pengambilan Air Baku
Gambar 3. Bagian water intake untuk menyedot air baku dari sungai
Sumber: 123rf.com
Air baku
simpelnya ialah air “mentah” yang bisa kita olah untuk memenuhi standar sebagai
air minum ataupun kebutuhan dasar hidup lainnya. Air baku bisa bersumber dari
mata air, air permukaan (contoh Sungai, waduk, danau, dsb.), dan air tanah.
Dari ketiga
sumber, air permukaan-lah yang paling banyak digunakan karena lebih mudah dan
efisien dalam hal pengambilannya. Tetapi, air permukaan lebih berpotensi untuk
tercemar akibat faktor alami ataupun aktivitas manusia [3].
Tentu dalam
hal pemilihan sumber, kita tetap wajib mengutamakan kuantitas, kualitas air,
dan sustainability-nya (keberlanjutannya) [3].
Air biasanya
dipompakan dari sumber, lalu ditampung ke suatu kolam sebagai tempat
penampungan sementara sebelum proses pengolahan selanjutnya.
Chemical Treatment: Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi
Gambar 4. Diagram proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi
Sumber: Civil and Environmental Engineering Department, MIT
Air keruh
menandakan banyaknya partikel-partikel kecil yang terdispersi pada air.
Partikel ini “tersebar” dan “melayang-layang” di seluruh bagian air, dan sulit
diendapkan oleh gravitasi. Tahapan awal ini bertujuan untuk menghilangkan
partikel tersebut dan menjernihkan air.
Oleh karena
itu, perlu dilakukan proses koagulasi dengan menambahkan bahan kimia berupa
alumunium sulfat [4]. Bahan kimia ini mampu menggabungkan partikel-partikel
kecil tersebut. Partikel yang telah saling akai a akan membentuk suatu gumpalan
(flok) yang lebih besar [5].
Nah, gumpalan
besar itulah yang membuatnya lebih mudah mengendap. Karena beratnya sudah
bertambah, maka ia akan lebih mudah jatuh ke dasar bak. Proses ini disebut
dengan sedimentasi, yang terjadi pada suatu bak sedimentasi[4].
Untuk
mempercepat proses koagulasi, biasanya diterapkan juga perlakuan mekanis berupa
pengadukan.
Physical Treatment: Filtrasi atau Penyaringan
Gambar 5. Contoh diagram proses filtrasi air
Sumber: Abu Shmeis, T.M. (2018) [4]
Setelah
banyak partikel yang terendapkan pada bak sedimentasi, flok turun ke bawah
sementara air bersih akan “tumpah” di bagian atas bak sedimentasi untuk
dialirkan ke tahapan selanjutnya.
Di tahap ini,
air akan “disaring” oleh filter yang terdiri dari pasir, kerikil, dan arang
aktif. Filter tersebut memiliki banyak sekali pori-pori kecil dengan ukuran
diameter tertentu.
Sehingga,
partikel pengotor seperti debu, mikroba, lumpur, dsb. Akan tertahan pada
filter. Sementara, air yang telah disaring akan terus turun ke bawah [4].
Ada kalanya
filter akan “jenuh” karena pori-pori telah terisi penuh oleh kotoran yang
tersaring selama proses filtrasi. Jika telah “jenuh”, filter akan dilakukan backwashing
yaitu dengan mengalirkan air bertekanan tinggi dari arah yang sebaliknya (bawah
ke atas) [6].
Kalo di
proses normal, filter membersihkan air dari kotoran. Maka saat backwashing ialah
kebalikannya, giliran air bersih yang akan “membersihkan” filter dari
kotoran.
Disinfeksi
Gambar 6. Bakteri E.coli salah satu mikroba penyebab waterborne disease
Sumber: NIH Image Galery
Sebelum air
memasuki tahap ini, sebenarnya paling tidak 99% pengotor pada air telah
dihilangkan pada tahapan sebelumnya [2]. Tahapan ini menjadi sangatlah krusial
karena sisa-sisa mikroorganisme berbahaya haruslah tetap dihancurkan untuk
menjamin tingkat sanitasi air [4].
Keberadaan
mikroorganisme air ini dapat menyebabkan waterborne disease atau
penyakit yang ditularkan oleh air seperti diare, disentri, kolera dan lainnya.
Maka untuk membunuh sisa mikroba itu, dilakukan proses disinfeksi.
Umumnya,
klorin (dan zat kimia turunannya seperti klorin dioksida) adalah yang paling
sering digunakan untuk disinfeksi air. Tetapi, masih banyak lagi metode
disinfeksi yang lain seperti ozonisasi, UV, pendidihan, ataupun bahan kimia
selain klorin [4].
Disinfeksi
dengan klorin ini disebut dengan klorinasi. Klorinasi inilah yang paling ampuh
untuk membunuh koliform E. coli, bakteri penyebar penyakit yang paling
sering dijumpai dalam air [4] Klorin bekerja dengan mengoksidasi dan merusak
membrane sel untuk membunuh mikroba [7].
Untuk
menambah keampuhan klorinasi terhadap jenis pengotor lain (seperti virus dan
protozoa), bisa ditambahkan dengan bahan kimia disinfektan lainnya pada proses
ini [4].
Reservoir, Air Sudah Bersih Siap Didistribusikan
Gambar 7. Menara Air Tirtanadi, contoh dari sistem reservoir air bersih yang sudah dibangun dari zaman kolonial Belanda
Sumber: Tribun Medan [8]
Setelah
seluruh tahapan pengolahan air selesai, kemudian air bersih disimpan di tempat
penampungan sementara (reservoir) sebelum didistribusikan secara luas.
Biasanya, air dialirkan menggunakan pompa dari tempat penampungan yang berupa
bak atau tangki besar.
Dengan adanya
proses klorinasi sebelumnya, hal tersebut dapat mencegah terjadinya
rekontaminasi air selama proses penyimpanan ataupun pendistribusian air bersih.
Tapi, tidak
jarang juga reservoir seringkali ditempatkan di tempat yang lebih
tinggi. Alasannya tentu karena agar kita dapat memanfaatkan gaya gravitasi
untuk mendistribusikan air. Sehingga, kita dapat meringankan kerja pompa air
yang digunakan dan menghemat energi.
Contohnya
ialah Menara air Tirtanadi di Kota Medan seperti yang ada pada Gambar 7, yang
ternyata telah dibangun sejak zaman kolonial Belanda [8]! Tempat reservoir yang
berada di daerah perbukitan juga bisa menjadi nilai plus!
KESIMPULAN
Ternyata, air
yang kita gunakan untuk kebutuhan sehari-hari telah melalui serangkaian
perjalanan panjang sebelum akhirnya sampai ke kita! Proses yang paling umum
ialah koagulasi-flokulasi-sedimentasi, filtrasi, dan disinfeksi.
Tahapan
proses itu bukan lain hanyalah bertujuan agar kita dapat menggunakannya dengan
aman! Karena, air dan sanitasi yang bersih dapat meningkatkan kualitas hidup
kita sesuai dengan tujuan Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development
Goals) 2030.
Disamping
yang paling umum digunakan, masih banyak teknologi lain yang dapat dimanfaatkan
dalam pengolahan air tentunya yang lebih canggih. Seperti ozonisasi, UV, reverse
osmosis, dan lainnya.
Kira-kira,
kamu tertarik nggak kalo teknologi canggih lainnya itu kita bahas dan kupas
secara end-to-end di artikel selanjutnya?
REFERENSI
[1] United
Nations. (n.a.). Goal 6: Ensure access to water and sanitation for all, diakses
pada 5 Januari 2024, dari https://www.un.org/sustainabledevelopment/water-and-sanitation/.
[2]
Ravindiran, G., et al. (2022). Chapter 2: Water-Conventional and novel
treatment methods, dari buku Solar-Driven Water Treatment. Academic
Press: Cambridge.
[3] Maharani,
A. (2022). Air Baku, Kenali Jenis-Jenisnya!, diakses pada 6 Januari
2024, dari https://pdaminfo.pdampintar.id/blog/lainnya/air-baku-kenali-jenis-jenis.
[4] Abu
Shmeis, R.M. (2018). Water chemistry and microbiology, dari buku Comprehensive
Analytical Chemistry. Elsevier: Amsterdam.
[5] Jiang, J.
(2015). The role of coagulation in water treatment. Current Opinion in
Chemical Engineering. 8(n.a): 36-44.
[6].Singh, R.
(2015). Membrane Technology and Engineering for Water Purification 2nd
Edition. Butterworth-Heinemann: Oxford.
[7] Cheswick,
R. (2020). Chlorine disinfection of drinking water assessed by flow cytometry:
New nsights. Environmental Technology & Innovation. 19(n.a): 101032.
[8]
Setyaningrum, P. (2022). 5 Menara Air Landmark Kota di Indonesia, diakses pada
6 Januari 2024, dari https://regional.kompas.com/read/2022/03/23/220500278/5-menara-air-landmark-kota-di-indonesia-yang-tertua-ada-di-medan.
Komentar
Posting Komentar