Mengintip Cara Kerja Carbon Capture and Storage: Inovasi Kekinian Minimalisir Global Warming dan Bendung Climate Change!
Gambar 1. Ilustrasi Climate Change Sumber: Wikimedia Commons |
Isu perubahan
iklim atau climate change beberapa tahun ini mulai naik daun. Sebenarnya
ini bukanlah isu yang baru lohh. Sejak tahun 1800-an terutama di zaman
dimulainya Revolusi Industri, hal inilah yang menjadi titik paling awal
dimulainya climate change yang diakibatkan oleh manusia. Karena, pada
masa itu dimulailah era baru untuk menggunakan bahan bakar fosil secara
besar-besaran seperti batubara, gas alam, dan minyak.
Aktivitas
pembakaran bahan bakar fosil tersebut menghasilkan carbon dalam bentuk gas
emisi, yang menjadi factor utama penyebab climate change. Gas emisi
ketika terlepas ke atmosfer dalam jumlah yang melebihi ambang batas akan
menyebabkan efek rumah kaca. Gas emisi utama penyebab terjadinya efek tersebut
contohnya ialah CO2 dan metana, yang disebut dengan istilah gas
rumah kaca atau greenhouse gases.
Menurut United
Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), greenhouse gases dihasilkan
dari banyak hal, dengan factor utamanya disumbang dari sektor energi,
transportasi, industry, Pembangunan, dan agrikultur. Lebih lanjut, gas CO2
ternyata dapat meningkat disebabkan dari aktivitas deforestrasi. Sementara,
sumber utama emisi gas metana ialah dari aktivitas industry agrikultur dan
migas.
Kasihanilah Bumi Kita Ini!
Gambar 2. Global Warming, salah satu faktor penyebab terjadinya climate change Sumber: Flickr |
Climate
change adalah konsekuensi dari global warming. Sementara itu, banyak
ilmuwan mendeskripsikan climate change sebagai suatu hal yang kompleks
yang tidak hanya berkisar tentang peningkatan temperature bumi saja. Melainkan
sudah merambah pada perubahan jangka panjang pada cuaca dan pola iklim bumi
yang mempengaruhi kehidupan wildlife, ketinggian air laut dan lainnya.
Selain itu, climate
change bisa disebabkan banyak sekali faktor, seperti global warming -yang
udah kita bahas tadi-, dan juga kombinasi hal-hal alami -bisa kita bilang
sebagai kehendak Tuhan atau act of God-. Contohnya seperti bencana alam,
aktivitas matahari, perubahan aktivitas vulkanik dan lainnya.
Tindakan
alamiah -sebut saja act of God- tentunya diluar kehendak dan kendali
manusia. Misalnya, jika gunung sudah saatnya untuk Meletus, ya dia akan
Meletus. Atau ketika bumi sudah “ingin” berguncang, maka terjadilah gempa bumi
Dan kita manusia biasa tidak akan bisa mencegahnya semaksimal apapun usaha
kita. Istilah agamanya, “sudah takdir”.
Tetapi ingat,
ada factor aktivitas manusia di sana! Itulah yang bisa kita kendalikan dengan
inovasi teknologi hasil pemikiran otak manusia!
Inovasi itu Ialah: Carbon Capture and Storage (CCS)
Carbon
capture and storage (CCS) adalah teknologi mitigasi perubahan iklim yang
dirancang untuk “menangkap” atau capture CO2 yang dihasilkan
dari proses industry, alih-alih membuangnya ke atmosfer. Kemudian, CO2
yang tertangkap akan disimpan atau storage dengan tujuan untuk
menjaganya agar tidak lepas ke atmosfer [1].
Teknologi CCS
memungkinkan manusia agar tetap dapat leluasa menjalankan aktivitas industri
yang memanfaatkan bahan bakar fosil. Tentunya, sampai ia mampu menemukan dan
mengimplementasikan alternatif bahan bakar lain yang lebih ramah lingkungan
atau low-carbon [1].
Tujuan
teknologi CCS ialah menangkap 85% emisi CO2 dari industri (termasuk
pembangkit listrik) lalu ditransportasikan dan disimpan pada kedalaman 700
meter di bawah permukaan bumi [2].
CCS dapat diimplementasikan
dengan mengaplikasikan teknologi yang sudah ada dan merancangnya untuk
menangkap CO2, seperti absorpsi, adsorpsi, distilasi kriogenik, chemical
looping, dan teknologi membrane [3].
Menangkap Karbon? Emang Gimana Cara Nangkepnya?
Gambar 4. Tiga bagian utama dalam sistem CCS Sumber: Global CCS Institute |
Secara garis besar, sistem CCS terdiri dari tiga bagian utama, yang masing-masing berfungsi untuk “menangkap”, “mentransportasikan”, dan “menyimpan” CO2. Bila dijabarkan, masing-masing bagian CCS bekerja sebagai berikut:
1. Penangkapan
Sistem CCS awalnya akan menangkap CO2 sebanyak mungkin langsung dari sumbernya. Penyerapan dapat dilakukan sebelum pembakaran (pre-combustion) dan saat pembakaran (post-combustion). Pada sistem pre-combustion, fuel dioksidasi dengan steam dan udara menghasilkan campuran synthesis gas berupa CO, CO2, hydrogen, metana, dan lainnya [4]. Sedangkan sistem post-combustion menangkap CO2 langsung saat terjadinya proses pembakaran [2].
2. Transportasi
CO2
yang tertangkap lalu ditransportasikan menuju tempat penyimpanan. Alat
transportasi bisa berupa pipa (untuk jumlah CO2 yang sangat besar
dan jangka panjang) atau truk dan kereta api (untuk jumlah CO2 yang
sedikit). Selain itu, transportasi jalur laut juga bisa menjadi alternatif [5].
3. Penyimpanan
Gambar 5. Diagram sederhana proses penyimpanan CO2 di bawah tanah Sumber: Li, J. et al. (2019) [6] |
Lokasi
penyimpanan CO2 yang tertangkap biasanya terletak jauh di bawah
tanah. Misalnya di lokasi bekas ladang migas ataupun deep saline. Penyimpanan
dilakukan secara permanen. Oleh karena itu, lokasi storage pemilihannya
harus memperhatikan banyak factor, salah satunya formasi geologi untuk menjamin
keamanannya [2].
Manfaat Nyata CCS: Integrasi dengan Sistem CO2 Enhance Oil Recovery (CO2-EOR)
Gambar 6. Skema operasional sistem CO2-EOR Sumber: Global CCS Institute, dari [7] |
Tidak hanya
bermanfaat sebagai mitigasi pembendungan climate change, ternyata
teknologi CCS juga dapat diintegrasikan dengan teknologi yang lain. Tentunya,
teknologi ini memungkinkan CO2 yang tertangkap itu tidak hanya
disimpan saja. Melainkan bisa diintegrasikan dengan teknologi lainnya yang
bernilai!
Teknologi itu
bernama CO2 – Enhance Oil Recovery (CO2-EOR). Teknologi
ini membantu memperbanyak produksi minyak, dengan menginjeksi CO2
langsung pada reservoir. Diketahui, CO2 yang bercampur dengan
minyak dapat mengurangi gaya kapilaritas crude oil terhadap celah-celah reservoir
rocks (bebatuan)[6]. Celah inilah yang dapat membuat minyak terperangkap.
Sehingga dengan berkurangnya kapilaritas, maka minyak cenderung mengalir lebih
mudah menuju sumur minyak [6][7].
Setelah
sampai di permukaan, CO2 akan dipisahkan lagi dengan minyak dan akan
diinjeksikan kembali ke bawah tanah sebagai suatu siklus [7].
Kesimpulan
Teknologi CCS
bisa dijadikan salah satu pilihan untuk mengurangi emisi CO2 ke udara,
khususnya bagi industri yang memanfaatkan bahan bakar fosil. Tetapi walaupun
telah menerapkan teknologi CCS, industri disarankan untuk tetap mencari bahan
bakar alternatif yang lebih low-carbon atau bahkan zero carbon.
Lebih lanjut,
industri bisa menerapkan teknologi CCS yang terintegrasi dengan CO2 Enhance
Oil Recovery (CO2-EOR) untuk memanfaatkan CO2
yang telah tertangkap.
Kira-kira,
kamu tertarik nggak kalo teknologi CO2-EOR ini kita bahas di artikel
selanjutnya?
[1] Bandilla,
K.W. (2020). Carbon Capture and Storage, dari buku Future Energy: Improved,
Sustainable and Cleand Options for Our Planet. Elsevier: Amsterdam.
[2] Prasetyo,
A.W., dan Windarta, J. (2022). Pemanfaatan Teknologi Carbon Capture Storage (CCS)
dalam Upaya Mendukung Produksi Energi yang Berkelanjutan. Jurnal Energi Baru
& Terbarukan. 3(3): 231-238.
[3] Ngu, L.H.
(2022). Carbon Capture Technologies, dari buku Reference Module in Earth
Systems and Environmental Sciences. Elsevier: Amsterdam.
[4] US
Department of Energy. (2022). Pre-Combustion Carpon Capture Research. Diakses
pada 24 Desember 2023, dari https://www.energy.gov/fecm/pre-combustion-carbon-capture-research
[5] Global
CCS Institute. (n.a). Pipelines, Ships, Trucks, and Rail: Transporting CO2.
Diakses pada 24 Desember 2023, Dari https://www.globalccsinstitute.com/ccs-explained-transport/
[6] ADB.
(2019). Carbon Dioxide-Enhanced Oil Recovery in Indonesia: An Assessment of its
Role in a Carbon Capture and Storage Pathway. Manila: ADB.
[7] IEA.
(2015). Storing CO2 through Enhanced Oil Recovery. Paris: IEA.
Komentar
Posting Komentar