Bioremediasi, Metode Pengolahan Limbah yang Hemat dan Digemari sekaligus Sangat Sensitif!

    Perkembangan industri di Indonesia telah semakin pesat. Banyak sekali jenis industri baru bermunculan di Indonesia. Sementara untuk industri yang telah ada, kebanyakan telah melakukan ekspansi demi meningkatkan daya saing secara nasional maupun global. Perkembangan pesat tersebut tentu dapat menimbulkan permasalahan baru, tidak bukan dan tidak lain adalah bertambahnya limbah yang akan dihasilkan.

      Pengolahan limbah adalah hal yang wajib ada bagi setiap industri dan menjadi hal yang sangat krusial. Pemerintah melalui berbagai macam peraturan telah menetapkan standar bagi beberapa parameter pada limbah agar dinyatakan aman saat dibuang ke lingkungan. Apalagi untuk limbah bahan berbahaya dan beracun atau yang sering disebut dengan limbah B3. Untuk itu, industri dapat memilih berbagai jenis metode pengolahan limbah sesuai jenis limbah ataupun kebutuhan lainnya.

      Salah satu metode yang banyak digunakan industri saat ini ialah bioremediasi. Bioremediasi dipilih karena beberapa keunggulan dan kemudahan pengaplikasiannya. Kira-kira apa sajakah itu?    

Apa Itu Bioremediasi?

      Bioremediasi dapat didefinisikan sebagai suatu teknologi yang memanfaatkan mikroorganisme seperti bakteri, archaea, fungsi, atau alga sebagai pengolah limbah. Tujuan pemanfaatan itu sendiri ialah untuk menurunkan kontaminan pada limbah ataupun mengubahnya menjadi komponen yang tidak berbahaya lagi bagi lingkungan, terutama dalam sistem pengelolaan limbah B3 ataupun non-B3[1].

    Saat ini, telah banyak sekali industri yang menggunakan bioremediasi ataupun penelitian terkait ini. Dari industri skala besar, bioremediasi diaplikasikan pada bidang perkilangan minyak, pulp and paper, ataupun pengolahan logam. Hingga di industri kecil pun, bioremediasi dimanfaatkan untuk pengolahan limbah industri tempe rumahan.

Apa Saja Keistimewaan Bioremediasi dalam Penanganan Limbah?

  Mengapa bioremediasi ini bisa digemari banyak industri? Ternyata, banyak sekali keunggulan dan keistimewaan bioremediasi dibandingkan metode pengolahan limbah lainnya. Sebenarnya dengan metode bioremediasi, kita bisa memiliki “pekerja” yang tidak perlu dibayar pakai uang saat bekerja. Karena, mikroorganisme yang kita manfaatkan untuk bioremediasi hanyalah mengonsumsi sesuatu yang memang telah menjadi “makanan” mereka. Yaitu yang dapat berupa komponen-komponen organic dan beberapa komponen anorganik.

   Saat mengonsumsi makanannya, terjadilah reaksi kimia yang bertujuan untuk mengubah komponen tersebut. Reaksi ini disebut dengan “Reaksi biokimia”. Reaksi biokimia inilah yang menjadi tonggak dalam pengaplikasian bioremediasi. Reaksi yang berlangsung sebenarnya sangat sederhana, yaitu hanyalah reaksi reduksi-oksidasi biasa! Hanya saja yang menjalankan reaksinya adalah mikroorganisme yang hidup. Reaksi ini jugalah yang berlangsung selama proses metabolisme mikroorganisme itu sendiri.

  Ukurannya yang kecil juga menjadi daya tarik tersendiri. Karena dengan itu, mikroorganisme bisa mengonsumsi banyak material kontaminan yang sangat banyak. Dinyatakan dalam food-to-mass ratio (perbandingan massa makanan ke massa makhluk hidup), mikroorganisme bisa mencapai angka dari 0,1 hingga 1,0. Artinya, mikroorganisme mampu mengonsumsi “makanan” sebanyak 10% hingga 100% berat tubuhnya sendiri. Sedangkan manusia hanya berada di sekitar 0,02 atau 2% dari massa tubuhnya sendiri [2].

Mekanisme Bioremediasi dalam Pengolahan Limbah

Gambar 2. Bakteri Streptomyces sp. dapat dimanfaatkan untuk bioakumulasi timbal pada limbah
Sumber: CDC Public Health Image Library

    Pada dasarnya, mikroorganisme pada pengolahan bioremediasi mampu untuk menyerap dan mengkonversi dua jenis kontaminan berikut, yaitu:

    Kedua hal tersebut merupakan mekanisme yang paling umum. Setiap jenis mikroorganisme bisa saja memiliki mekanisme unik yang hanya dimiliki oleh masing-masing individu. Mikroalga misalnya, dapat menjalankan proses fotosintesis layaknya tanaman [5]. Ini menjadi keuntungan tersendiri karena mampu meningkatkan kadar oksigen terlarut pada limbah, sekaligus lebih efektif untuk limbah dengan kadar organic yang tinggi. Bisa dibilang mikroalga berperan sebagai “aerator”-nya tersendiri untuk menyediakan oksigen pada pengolahan limbah [2]. Sekaligus membuatnya mampu beradaptasi dengan limbah dengan kondisi apapun [5].

a)     Makanan Mikroorganisme itu Sendiri

Setiap mikroorganisme memiliki jenis makanannya masing-masing. Maka dari itu, kita harus terlebih dahulu mengetahui kontaminan yang terdapat pada limbah dan jenis mikroorganisme apa yang mampu mengonsumsi zat kontaminan tersebut sebagai “makanan pokok”-nya. Kesesuaian spesies mikroorganisme dan zat kontaminan mampu meningkatkan efisiensi proses bioremediasi [3].

Kontaminan yang menjadi makanan mikroorganisme itu sendiri ialah komponen-komponen organic seperti nitrogen, material organic, fosfor organic, dan lainnya.

b)     Bioakumulasi

Bioakumulasi adalah akumulasi ion-ion logam atau komponen logam berat secara instraseluler dengan proses metabolisme sel setelah melalui membran sel. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat toksisitas logam sekecil mungkin [4].

Kontaminan tersebut akan terakumulasi pada tubuh mikroorganisme itu sendiri. Untuk contoh, ada beberapa jenis bakteri yang dapat menurunkan merkuri ataupun selenium dari air [2]. Selain itu pada suatu penelitian, bakteri Streptomyces sp. Mampu mengakumulasi logam Pb (timbal) hingga 49% dan efektif untuk limbah dengan konsentrasi Pb hingga 100 ppm [3].

    Kedua hal tersebut merupakan mekanisme yang paling umum. Setiap jenis mikroorganisme bisa saja memiliki mekanisme unik yang hanya dimiliki oleh masing-masing individu. Mikroalga misalnya, dapat menjalankan proses fotosintesis layaknya tanaman [5]. Ini menjadi keuntungan tersendiri karena mampu meningkatkan kadar oksigen terlarut pada limbah, sekaligus lebih efektif untuk limbah dengan kadar organic yang tinggi. Bisa dibilang mikroalga berperan sebagai “aerator”-nya tersendiri untuk menyediakan oksigen pada pengolahan limbah [2]. Sekaligus membuatnya mampu beradaptasi dengan limbah dengan kondisi apapun [5].

Kelemahan dan Tantangan

Gambar 3. Tumpahan minyak sebagai Limbah B3 dapat diolah melalui bioremediasi dengan bakteri petrofilik

  Disamping banyaknya kelebihan metode bioremediasi, ternyata dalam penerapannya seringkali kita harus menghadapi beberapa kelemahan yang menjadi tantangan sendiri untuk pengaplikasiannya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tentu kita harus benar-benar mengetahui kontaminan apa yang ingin kita singkirkan di limbah dan mengetahui jenis mikroorganisme apa yang bisa mengonsumsinya. Karena proses bioremediasi tidak akan berjalan maksimal jika mikroorganisme yang dipilih ternyata tidak mampu mengonsumsi kontaminan.

      Mikroorganisme adalah makhluk hidup, berbeda jika kita memilih pengolahan limbah secara kimiawi ataupun fisik. Sifat makhluk hidup yaitu tentunya sangat sensitive terhadap lingkungan. Maka dari itu banyak parameter pada pengolahan limbah yang harus kita kontrol, seperti pH, temperature, dissolved oxygen (untuk mikroorganisme aerob), keberadaan inhibitor dan lainnya. Parameter yang kurang tepat dapat menurunkan efektivitas bioremediasi, atau bahkan membunuh mikroorganismenya. Apalagi dengan keberadaan chemicals yang bersifat inhibitor pertumbuhan mikroorganisme atau bersifat toksik ke mikroorganisme itu sendiri. Contohnya ialah sianida, fenol, dan lainnya [2].

Kesimpulan

      Melihat berbagai kelebihan dan kemudahan bioremediasi, maka tidak heran mengapa banyak industri memilihnya sebagai alternatif metode pengolahan limbahnya. Termasuk dalam segi ekonomi yang menjadi hal krusial bagi setiap industri, pemanfaatan mikroorganisme ini ternyata lebih menguntungkan.

     Untuk menjamin efektifitas bioremediasi, terlebih dahulu pengguna harus mengetahui kandungan kontaminan pada limbah dan jenis mikroorganisme yang tepat untuk mengolahnya. Oleh karena itu, perlu kajian mendalam sebelum mengaplikasikan bioremediasi. Karena sensitifnya makhluk hidup, maka sangat penting untuk mengontrol parameter proses pengolahan limbah dan menjaganya agar tetap hidup dan melangsungkan bioremediasi.

 

Referensi

[1] Ahuja, S. 2021. Handbook of Water Purity and Quality. Cambridge : Academic Press.

[2] Toghraei, M. 2022. Rules of Thumb for Water and Wastewater Engineers. India : Wiley-VCH.

[3] Nuryana, D. 2017. Review: Bioremediasi Pencemaran Minyak Bumi. Journal of Earth Energy Engineering. 6(2): 9-13.

[4] Lestari, et al. 2022. Bioakumulasi dan Aktivitas Resistensi Logam Timbal (Pb) terhadap Streptomyces sp. Strain I18. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 9(1): 1-6.

[5] Shah, M.P. 2023. Biorefinery for Water and Wastewater Treatment. Switzerland: Springer.

 

 







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Sampai Perpisahan Memaksamu untuk Sadar

Miliki Dana Darurat, Untuk Hidup Anti Rungkat!

AC, Si Pendingin Ruangan di Tengah Kepanasan ternyata Dipelopori Seorang Dokter!